Nasional

Ikhtiar Kemenag Jaga Kerukunan Indonesia dengan Siskama

Foto : Aris W N

Foto : Aris W N

Bogor (Kemenag) --- Sistem Peringatan dan Respon Dini Konflik Keagamaan (Siskama) yang dikembangankan Kementerian Agama melalui Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) bisa diperluas menjadi sistem utama menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia.

Hal ini dikatakan Karo Humas Data dan Infomasi Kementerian Agama Ali Rokhmad dalam kegiatan Pembahasan Modul Kapasitas Aparatur Negara dalam Sistem Peringatan dan Respons Dini Konflik Keagamaan (Siskama) di Hotel Lorin Bogor, 14-16 November 2019.

“Aplikasi (Siskama) ini mungkin dalam tahap awal tentang bagaimana mencegah konflik keagamaan, tapi ke depannya bisa dikembangkan lagi. Nanti tidak sekedar menginfomasikan masalah terkait konflik atau radikalisme, tapi juga masalah-masalah kebutuhan umat beragama dalam peningkatan kualitas beribadah. Sebab Kementerian Agama bukan hanya mewujudkan masyarakat rukun, tapi juga mewujudkan masyarakat yang taat dalam beribadah. Kalo masyarakat taat, pasti akan rukun,” ujar Ali Rokhmad.

Dia mencontohkan, sistem ini bisa memberi informasi di suatu daerah yang kekurangan tempat ibadah, rumah ibadah rusak atau sudah tidak layak, kekurangan kitab suci agama atau kekurangan ahli agama. Sehingga, infomasi tersebut bisa ditindaklanjuti.

“Di sini perlunya peran aktif penyuluh-penyuluh agama untuk memberi informasi. Mereka juga harus dibekali keterampilan bagaimana meningkatkan ketaatan masyarakat dalam beribadah dan pengamalan agama. Karena pemahaman agama yang berwujud pengamalan, akan melahirkan tiga hal; toleransi, rukun, damai,” jelas Ali Rokhmad.

Lebih lanjut, Ali Rokhmad mengatakan bahwa Siskama yang diinisiasi BLAJ ini nantinya akan digunakan Kementerian Agama melalui Biro Humas, Data, dan Infomasi (HDI) dan diintegrasikan dengan sistem IT yang ada. Dengan demikian, Siskama menjadi sistem berskala nasional.

“Saat ini sedang dibahas bagaimana implementasinya, data-data apa yang diperlukan untuk mendukung. Sehingga nanti bisa berjalan sesuai harapan,” tegasnya.

Peneliti senior Univesitas Indonesia Ichsan Malik yang juga menjadi narasumber dalam kegiatan ini mengatakan Sistem Peringatan dan Respon Dini Konflik Keagamaan yang dikembangkan BLAJ masih perlu uji coba beberapa tahun sehingga indikatornya akurat dan makin tajam.

“Beberapa negara yang menggunakan sistem seperti ini memerlukan waktu uji coba bertahun-tahun. Karena untuk menganalisis suatu peristiwa tidak mudah. Idealnya, databasenya benar, kemudian analisisnya juga benar. Tapi kadang-kadang kadang-kadang data udah ada, tapi yang menganalisis tidak ada, ya tidak ada gunanya. Analisis ini harus menjadi rekomendasi untuk tindakan respon dini. Perlu dibuat tim khusus menganalisa data dan membuat rekomendasi,” kata Ichsan Malik.

Dia juga mengatakan bila sistem ini bisa berjalan, Indonesia akan memiliki database untuk memetakan daerah mana yang rawan konflik dan daerah yang damai. “Tapi tolong diantisipasi juga isu-isu yang berawal dari media sosial, karena di era 4.0 sosial media menjadi dominan. Dan sistem ini juga harus bisa mendeteksi itu. Saya lihat di sistem ini belum ada,” sambung Ichsan Malik.

Kepala Balai Litbang Agama Jakarta, Nurudin Sulaiman mengatakan, aplikasi ini menjadi ruang penyuluh agama Kementerian Agama untuk memberikan informasi terkait potensi konflik keagamaan di daerahnya masing-masing. "Kita memiliki aplikasi, yang diharapkan aplikasi ini tidak hanya sebagai instrumen, tetapi aplikasi ini juga merupakan sarana komunikasi untuk memberikan informasi potensi konflik dan tindak lanjut (resolusi) konflik," kata Nurudin. (BLAJ)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua