Nasional

Catatan 100 Hari Kinerja Menag LHS: Tingkatkan Kesadaran Konstitusi Pesantren

Jakarta (Pinmas) —- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS) menjadikan peningkatan kesadaran berkonstitusi masyarakat pesantren sebagai salah satu program prioritas. Menurutnya, pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan Islam yang mempunyai sejarah tersendiri dam konteks Indonesia dan mempunyai reputasi yang baik.

Namun, Menag juga tidak menutup mata bahwa belakangan ada juga gerakan radikalisme dan ekstrimisme yang didasarkan pada paham keagamaan. “Pesantren sebagai institusi pendidikan ke-Islaman yang paling utama harus betul-betul dijaga dan dipelihara pemahamannya terkait dengan konstitusi,” tegas Menag dalam sebuah kesempatan wawancara pada awal pekan lalu.

Untuk meningkatkan pemahaman terhadap konstitusi Negara dan meminimalisir potensi berkembangnya faham radikal di Indonesia, Kementerian Agama bekerja sama dengan Mahkamah Konsitusi (MK) menyelenggarakan workshop pendidikan konstitusi untuk para pengasuh, pengelola dan ustadz pondok pesantren pada 5 – 7 Desember lalu di Cisarua, Bogor. Hal ini, menurut Menag sebagai bagian dari upaya kementerian yang dipimpinnya untuk meredam munculnya beberapa faham keagamaan yang bisa dijadikan sebagai sumber timbulnya radikalisme, khususnya di kalangan Umat Islam. Ke depan, workshop pendidikan ini akan menjadi program rutin di bawah koordinasi Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren), Ditjen Pendidikan Islam.

“Saya sudah minta kepada Direktur PD Pontren untuk bagaimana kerjasama dengan MK itu menjadi program rutin. Kemarin sudah dan itu akan dilanjutkan dengan melibatkan pesantren-pesantren yang lain,” kata Menag.

“Ini menjadi tugas khusus Direktorat PD Pontren. Mereka akan menjadikan itu sebagai program rutin yang berkelanjutan, program reguler. Kerjasama ini akan terus,” tegasnya lagi.

Lantas kenapa konstitusi? Menag menjelaskan bahwa konstitusi merupakan pengikat kehidupan bersama masyarakat Indonesia dalam keragaman. Peningkatan kesadaran konstitusi dimaksudkan untuk mengeliminir peluang tumbuhnya radikalisme dan ekstrimisme yang bersumber dari paham keagamaan dan itu bertolakbelakang dengan konstitusi.

“Sekarang kan sudah mulai muncul paham-paham dari luar, misalnya hormat bendera kafir dan Pancasila thaghut. Nah yang begini harus dicermati betul oleh pesantren sebab dialah lembaga pendidikan utama di Indonesia. Karena memang faham Islam Indonesia itu faham yang moderat,” tutur Menag.

Klasifikasi Pesantren

Secara sederhana, Menag mengklasifikasikan pesantren menjadi tiga klasifikasi pesantren, yaitu: Pertama, pesantren dengan paham keagamaan yang sangat baik terkait konstitusi. Klasifikasi pesantren jenis ini ditandai dengan adanya pemahaman yang inklusif terkait dengan keragaman dan konstitusi Indonesia.

Kedua, pesantren yang masih fifty-fifty; maksudnya terkadang mempunyai pemahaman yang baik tapi kadang-kadang juga berseberangan dengan konstitusi Indonesia. Ketiga, pesantren yang sama sekali menentang konstitusi Indonesia, misalnya yang mengkafir-kafirkan Pancasila, upacara bendera, yang sejenisnya.

Media Diskusi

Workshop pendidikan konstitusi dilakukan dengan memberikan ruang kepada pesantren dengan ragam tipologinya untuk saling berinteraksi dan mendiskusikan konstitusi Indonesia. Selama proses workshop, lanjtu Menag, masing-masing peserta akan mendiskusikan sejauhmana relasi antara negara dan agama, relasi antara konstituti Indonesia dengan nilai-nilai agama. Dari situ diharapkan akan didapat pemahaman bersama bahwa konstitusi Indonesia pada hakikatnya sangat menjunjung nilai-nilai agama. “Melalui pelatihan itu, peserta yang beragam tipologi ini bisa berinteraksi,” terangnya

Pendekatan ini sengaja dipilih, menurut Menag agar tidak terkesan menggurui. Seluruh peserta yang terdiri dari para pengasuh dan kyai muda dipersilahkan untuk saling berdiskusi dan berbagi pengetahuan terkait pemahaman mereka terhadap konstitusi Indonesia. “Kementerian Agama dengan MK menjadi fasilitator untuk memberikan klarifikasi kalau ada hal-hal yang tidak ada jalan keluar atau tidak bisa ditengahi, lalu kita mengundang narasumber untuk menjelaskan,” jelasnya.

Apa lagi program-program yang sudah dan akan dilakukan Menag LHS pasca 100 hari kerjanya, simak hasil wawancara Rosidin, Moh. Khoeron, Dodo Murtado, Sidik Sisdiyanto, Muhtadin AR, Sholla Taufiq, Chairul Wahyudi, dan Ramadanyl dalam serial catatan 100 hari kerja LHS di www.kemenag.go.id. (pinmas/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua