Nasional

Cara Siswa-Siswi Madrasah di Demak Menghafal Al-Qur'an (Bagian 2 Habis)

M. Thobiq, Kepala Kemenag Demak, inisiator program tahfidz. (foto: Fikri Nugraha)

M. Thobiq, Kepala Kemenag Demak, inisiator program tahfidz. (foto: Fikri Nugraha)


Program madrasah berbasis tahfidz di Demak, Jawa Tengah diinisiasi oleh Kementerian Agama Kabupaten setempat. Digerakkan oleh keresahan akan daya saing madrasah yang menurun, program ini kemudian dirasakan kembali membangkitkan animo masyarakat.
*
Tokoh utama dibalik program tahfidz madrasah di Demak adalah Drs. H Muhamad Thobiq Msi, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Demak. Sebagai pendatang dari Temanggung, ia mengaku cukup kagum dengan tingkat religiusitas masyarakat Demak.

Hal itu bisa dimengerti karena kota Demak memiliki sejarah panjang dalam khazanah keislaman nusantara setelah menjadi pusat pemerintahan dan kebudayaan Islam pada masa kerajaan Demak. Sampai saat ini napas keislaman di “Kota Wali” ini masih sangat terasa karena mayoritas penduduknya merupakan penganut Islam taat.

Hal inilah yang membuat Muhamad Thobiq dan jajaran Kementerian Agama Kabupaten Demak tergerak memberi sentuhan khusus pada madrasah di daerah itu. Di seluruh Demak terdapat 953 sekolah, dan 342 di antaranya adalah madrasah berbagai jenjang. Dari jumlah itu, 132 di antaranya adalah Madrasah Ibtidaiyah (MI), 133 Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan 67 Madrasah Aliyah (MA). Ditambah lagi ratusan pondok pesantren, Madrasah Diniyah, dan Taman Pendidikan al-Quran.

Dasar pencanangan program madrasah berbasis tahfidz ini mulanya sebagai bagian dari pendidikan karakter di sekolah. Di tengah perkembangan zaman yang dipenuhi berbagai tantangan, pendidikan karakter di madrasah, menurut Thobiq, lebih mendesak dibading pengetahuan kognitif. ”Kami ingin madrasah memiliki konsep yang jelas terkait pengembangannya. Madrasah lebih baik-lebih baik madrasah tidak boleh semata slogan saja,” katanya saat ditemuai di kantornya pertengahan Juni 2017 lalu.

Thobiq melihat, dari tahun ke tahun sekolah-sekolah di daerah itu berinovasi menjual berbagai kelebihan. Madrasah di Demak, menurut klaimnya, agak kedodoran bersaing dengan sekolah umum dalam prestasi akademik di bidang sains. Mereka cenderung tertinggal dalam prestasi dan fasilitas sains serta tidak punya senjata andalan dalam program di luar itu. “Beberepa tahun lalu saya melihat, saat pendaftaran madrasah berlomba memberi bonus tas, souvenir, dan lain-lain demi menarik siswa. Ini sangat tidak sehat,” katanya.

Sebenarnya orang Demak lebih cinta madrasah daripada sekolah umum. Namun sekolah berciri khas Islam itu rata-rata mengalami problem kualitas. Hal ini cukup meresahkan di saat Kementerian Agama mencanangkan tagline madrasah lebih baik, lebih baik mandrasah.

Di Jakarta sudah ada MAN Insan Cendekia, MAN Program Khusus, dan lain-lain. Namun Thobiq belum menemukan hal spesial di Demak. “Saya sendiri kurang bangga bila anak madrasah jago sains tetapi tidak pintar mengaji,” katanya.

Maka dari itu implementasi pembelajaran tahfids di madrasah non boarding menjadi sesuatu yang menarik dan berbeda. Orang Demak yang religius sejak lama, menurut Thobiq, membutuhkan hal-hal semacam ini.

Keinginan kuat para orang tua siswa agar anaknya bisa menghafal Al Quran bisa dilihat Thobiq saat anak dari Demak, Aulia Fatkhurrahman (6 tahun), dari Desa Balerejo, Kecamatan Dempet keluar sebagai juara lomba hafalan Al-Quran di salah satu program stasiun televisi nasional. Saat itu minat untuk mentahfidzkan anak di Demak terlihat menggelora di kalangan masyarakat luas.

“Saya melihat ini bisa menjadi kelebihan alamiah madrasah. Mengapa tidak digarap?” katanya. Ia lalu mengadakan workshop dengan menghadirkan pengelola Sekolah Tahfidz Yanbu’ul Qur’an, Kudus. Madrasah berbasis tahfidz itu berhasil menggabungkan kesuksesan akademik dan tahfidz al-Quran. Sekolah ini cukup berprestasi dalam bidang sains dan menjuarai lomba Karya Ilmiah Remaja Nasional tahun 2016.

Ternyata konsepnya tidak rumit, hanya perlu niat kuat. Ini mendorong Thobiq untuk memacu kerja keras madrasah di daerahnya. Iapun mulai menyadarkan para pengelola madrasah di jajarannya bahwa madrasah harus memiliki competitive advantage, terutama dalam menjadi pionir pembinaan akhlaq.

Thobiq lalu menginisiasi silaturahmi antar pengelola madrasah dan menghadirkan praktisi yang bisa merekayasa pembelajaran berbasis otak kanan. Metode digali sedemikian rupa sehingga menghafal bisa disandingkan dengan kesenangan. Gagasan ini mendapat dukungan dari Bupati Demak, M Natsir, yang juga banyak memberikan bantuan.

Setelah itu, program tahfidz ditawarkan secara sukarela kepada 13 madrasah. Sebamyak 12 di antaranya menerima dan satu madrasah negeri menolak. Namun dari yang menerima rata-rata masih terkendala penyediaan tenaga dan alokasi waktu. “Saya mengadakan serangkaian pertemuan lagi untuk mengatasi kendala tersebut. Dari Kemenag, al-Quran diberikan sebagai stimulasi,” katanya.

Ternyata begitu diterapkan hasilnya luar biasa. Tahun ini pendaftarnya meluber. MTsN2 Karang Tengah dan MAN Demak kebanjiran pendaftar. Satu madrasah swasta, yaitu MTs Miftahussalam, langsung dibanjiri peminat padahal tahun-tahun sebelumnya madrasah itu kesulitan mendapat siswa. Tahun ini madrasah ini menjadi penerima siswa terbanyak setelah madrasah negeri.

Setelah satu periode program ini berjalan, apresiasi berdatangan. Menurut Thobiq, banyak guru melaporkan pengaruh positif pada budi pekerti siswa. Siswa yang potongan rambutnya bergaya punk dan berperilaku urakan, pada acara khatmil quran datang dengan sopan, rapi dan mengaji dengan fasih.

Bargaining position dengan non madrasah juga meningkat. Dalam pertemuan dengan pihak Kementerian Agama Demak, sejumlah perguruan tinggi di Jawa Tengah, seperti Universitas Sebelas Maret, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Semarang, Universitas Diponegoro, dan Universitas Jendral Soedirman menyatakan diri membuka peluang seluas-luasnya untuk memberikan beasiswa bagi produk madrasah di Demak yang telah hafal 30 juz.

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua