Nasional

BPHI Makkah Kembangkan Telemedicine

Makkah (Pinmas) --- Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) dalam operasional penyelengaraan ibadah haji tahun 1434H/2013M mengembangkan sebuah alat yang disebut Telemedicine. Menurut Kepala Bidang Kesahatan Haji, Fidiansyah, telemedicine merupakan sebuah perangkat di mana dokter spesialis yang ahli tidak perlu berada di tempat. “Cukup alatnya saja yang dipasang di sebuah tempat pengobatan, dan dari tempat tersebut, dokter praktik bisa mendapatkan laporan dari ahlinya di BPHI,” jelas Fidiansyah ketika di temui di BPHI Daker Makkah, Khalidiyah, Senin (16/09).

“Jadi perangkat alatnya di pasang di sektor untuk merekam kebutuhan pasien yang gawat darurat, tapi yang memantau adalah dokter ahli langsung dari BPHI. Jadi instruksi bisa langsung diberikan dokter ahli yang ada di BPHI,” tambah Fidiansyah. Namun, tahun ini telemedicine baru akan diujicobakan di satu tempat. “Kita sedang melihat sektor mana yang paling banyak jamaahnya dan susah akses transportasinya. Itu yang kita pilih,” kata Fidiansyah.

“Kalau cara ini efisien dan efektif dalam menurunkan angka kematian, karena tindakan bisa dilakukan lebih cepat, maka semua sektor ke depan akan kita kuatkan dengan alat ini,” imbuhnya. Selain telemecine, Fidiansyah menjelaskan bahwa BPHI juga mengembangkan beberapa terobosan lain, yaitu: Pertama, menambah tenaga baru, di luar tenaga musiman (TEMUS) dan tenaga evakuasi tanpa alat (TETA). Tahun ini, kata Fidiansyah, kita merekrut tenaga pengantar obat (TEPAT).

Menurutnya, sektor tidak akan sanggup mengirimkan obat kepada kloter-kloter kalau tidak ada tenaga khusus; apalagi jika dalam kondisi macet. Untuk itu, konsep TEPAT adalah menggunakan sepeda motor roda dua atau minimal sepeda. “Dengan sepada, kalau macet bisa diangkat sehingga bisa bergerak dengan cepat. Ini tahun ini akan kita uji coba,” jelasnya.

“TEPAT ini konsepnya seperti pengantar dalam delivery system. Dengan di antar, kloter tidak akan terhambat oleh masalah pengiriman obat. Dokter kloter cukup mengirim email, nanti sektor yang mendistribusikan,” imbuhnya. Dikatatan Fidiansyah bahwa setiap dokter kloter sudah dibekali dengan android untuk sistem pelaporan, baik laporan sakit maupun laporan obat. Jadi dia cukup mengirim email.

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi dokter untuk meninggalkan tempat, kecuali karena alasan yang memang sangat penting. “Jadi terobosan ini di antaranya juga untuk mengantisipasi adanya keluhan di sektor bahwa dokter sering tidak ada di tempat,” kata Fidiansyah. Kedua, koordinasi untuk memperkuat safari wukuf dan badal. Menurut Fidiansyah, angka kematian jamaah haji Indonesia, 75% terjadi pada Armina dan pasca Armina. Untuk itu, lanjut Fidiansyah, perlu betul-betul dipikirkan mengenai pentingnya seleksi bagi jamaah haji yang masuk kategori bisa disafariwukufkan dan yang cukup dibadalkan. “Jangan dipaksakan jamaah yang sakit untuk manasik sebagaimana umumnya karena itu tidak mungkin,” kata Fidiansyah.

“Tidak semua yang sakit disafari wukufkan. Kalau yang badal, dibadalkan,” tambahnya. Namun Fidiansyah menyadari bahwa tidak mudah untuk mengimplementasikan terobosan ini. “Tentu perlu kerjasama dengan para pembimbing ibadah secara intens. Sebab badal itu kan perlu tenaga dan ini yang kami betul-betul meminta bantuan dari Kemenag,” terang Fidiansyah. Akan hal ini, Fidiansyah mengatakan bahwa BPHI sudah mensosialisasikan terobosan ini kepada para petugas sektor. Bahkan, rencananya pada H - 7 dari wukuf, sudah akan mulai dilakukan klasifikasi siapa yang memenuhi syarat safari wukuf dan siapa yang badal. “Kualifikasi dan persyaratannya sudah kita siapkan,” tegasnya.

Ketiga, membentuk rumah singgah atau satelit BPHI. Rumah singgah ini bertujuan memberikan fasilitas layanan kesehatan pada periode Armina di mana semua jamaah terkonsentrasi di Arafah – Mina dan tidak ada pelayanan di Sektor. Padahal kapasitas BPHI juga sangat terbatas, hanya mempunyai 141 tempat tidur. Menurut Fidiansyah, dari pengalaman yang sudah-sudah, jumlah pasien bisa mencapai 250, meski sebenarnya tidak semua harus dibawa ke BPHI dan cukup dibawa ke sektor. “Kita akan siapkan rumah singgah hingga di Sektor ada tenaga medis yang memantau jamaah sakit tanpa harus merasa diabaikan kebutuhan dasarnya,” terang Fidiansyah.

Keempat, konsep tanazul. Jamaah yang sudah menyelesaikan rukun hajinya namun kondisi fisiknya tidak prima, tidak usah mengukuti rute manasik jamaah lainnya ke Madinah, tapi langsung pulang. “Toh target haji sudah selesai. Ini khususnya bagi gelombang dua yang langsung ke Makkah,” tegas Fidiansyah. (mdk/mch)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua