Nasional

Bimas Buddha Ikut Lestarikan Situs Bersejarah

Jakarta (Pinmas) - Dirjen Bimas Buddha, A. Joko Wuryanto mengakui meski pihaknya memiliki keterbatasan dana, tetapi untuk melestarikan situs bersejarah peninggalan Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya tetap dilakukan. Selain secara rutin membersihakan, upaya yang dilakukan adalah menjadikan situs yang bersangkutan sebagai tempat ibadah. Ini penting mengingat situs itu merupakan bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Hal ini disampaikan Joko ketika ketika bertatap muka dengan para wartawan di Jakarta, Senin (11/08).

Menurut Joko, umat Buddha di Indonesia sekitar 8 juta jiwa dan jumlah sebanyak itu tersebar di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Penganutnya pun tak terbatas di kalangan etnis tertentu saja, seperti China ataupun Jawa. Juga banyak di daerah pedalaman dengan sarana tempat ibadah serba kekurangan. Bimas Buddha, lanjut Joko, tidak memiliki cukup dana untuk menyelamatkan berbagai situs bersejarah di Indonesia. Untuk menangani ini ada institusi lain (Dinas Purbakala), tetapi untuk melestarikan situs yang berkaitan dengan agama Buddha pihaknya memiliki tanggung jawab besar. "Yang kita lakukan sebatas melestarikan. Kita tidak melakukan penggalian karena keterbatasan dana," ujar Joko.

Dana bantuan Bimas Buddha untuk rumah ibadah sebesar Rp100 ribu. Dana sebesar itu tentu saja sangat tak memadai, apalagi dengan rumah ibadah Buddha mencapai 3.441 dan tersebar di berbagai lokasi, terdiri vihara 3.236 buah dan 205 kelenteng. Joko juga mengakui bahwa selama ini banyak umat di luar Buddha, seperti dari etnis China, tercatat memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Buddha, namun realitasnya banyak melakukan ritual agama Konghuchu. Itu terjadi lantaran Vihara, tempat ibadahnya memiliki tiga guru: Sang Buddha, Tao dan Konghucu. Biasanya viharanya memiliki nama Tri Dharma. "Hal itu tidak masalah. Umat Buddha mudah diatur dan punya toleransi tinggi," tutur Joko Wuryanto.

Joko menjelaskan juga bahwa kehadiran tiga guru di tempat ibadah seperti itu merupakan wujud penyatuan. "Ibarat teh manis, antara gula, teh, dan airnya sudah menjadi satu kesatuan yang tidak dipisahkan lagi," terang Joko. Tentang penyelenggaraan Waisak yang jatuh pada 12 Mei 2013, Dirjen Bimas Buddha itu menjelaskan, untuk tahun mendatang tak lagi dipegang oleh satu Majelis Buddha secara bergantian. Perayaan Waisak akan diselenggarakan secara bersamaan oleh sebuah kepanitian di tingkat nasional. Puncak acara Waisak akan dilaksanakan di Candi Borobudur dan Candi Mendut. Namun, Perayaan Waisak tidak hanya dilaksanakan di Candi Mendut dan Borobudur saja. "Untuk tahun ini, semua Vihara dihimbau untuk menyelenggarakan Waisak sebagai tanda peneguhan keyakinan mereka terhadap Buddha," tutup Joko. (ess)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua