Nasional

Berganti Akun, Bansos Madrasah Harus Dikelola Profesional

Palembang (Pinmas) — Direktur Pendidikan Madrasah, M. Nur Kholis Setiawan menyatakan bahwa pada tahun anggaran 2014 ini, Pemerintah sedang meninjau ulang keberadaan bantuan sosial (bansos) pendidikan. Tepatnya, terjadi perubahan manajemen pengelolaan anggaran pendidikan, utamanya bansos termasuk di dalamnya madrasah.

Perubahan yang dimaksud, lanjut M. Nur Kholis Setiawan adalah Bansos yang selama ini menggunakan akun 57, diberikan ke madrasah secara langsung, ke depan akan diubah ke dalam akun 52 melalui mekanisme lelang. Oleh karenanya dibutuhkan kesiapaan teman-teman di Kanwil Kementerian Agama Provinsi juga bapak/ibu sebagai Wakil Kepala Madrasah bidang Sarana dan Prasarana untuk bekerja secara profesional.

Pernyataan tersebut disampaikan M. Nur Kholis Setiawan di hadapan peserta Workshop Akuntabilitas Sarana dan Prasarana Madrasah, Jumat (28/11) di Kota Palembang. Kegiatan diikuti oleh Wakil Kepala Madrasah Negeri Bidang Sarana dan Prasarana dan sejumlah perwakilan madrasah di Palembang.

Agar efektif, M. Nur Kholis Setiawan berencana ingin mendistribusi bansos madrasah ke daerah dalam hal ini Kanwil Kementerian Agama termasuk pada satuan kerja madrasah negeri. Hal yang harus disiapkan adalah pendataan akurat terkait kebutuhan sarpras, menyusun rencana anggaran kebutuhan dan peningkatan kemampuan (capacity building) untuk mengelola program sarana dan prasarana secara transparan, akuntabel, dan tepat sasaran.

Sebagaimana diketahui saat ini Direktorat Pendidikan Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam membina kurang lebih 70.414 madrasah dengan perincian Raudlatul Athfal (RA) 25.435, Madrasah Ibtidaiyah (MI) 23.071, Madrasah Tsanawiyah (MTs) 15.244, dan Madrasah Aliyah (MA) 6.664. Dari sejumnlah itu, 91,1 % adalah swasta dan 9 % lebihnya adalah madrasah negeri.

Nur Kholis berharap agar pimpinan madrasah negeri juga mempunyai chemistry, resonansi yang sama dalam perubahan pengelolaan anggaran bansos tersebut. Pada saat yang sama dibutuhkan pola pengendalian internal madrasah yang bagus.

Berkaitan dengan pembiayaan pendidikan, Doktor lulusan Born Jerman ini mengutip salah satu syarat menuntut ilmu dari 6 syarat dalam kitab Ta’limul Muta’allimin, yaitu: kecerdasan, keseriusan, kesabaran, biaya/dana, petunjuk guru yang memadai, dan penjenjangan waktu. Menurutnya, biaya pendidikan (bulghah) pada madrasah ada yang berasal dari APBN dan ada yang bersumber dari stakeholders madrasah. Ini akan sangat terkait dengan kreatifitas pengelola madrasah dalam mencari pendanaan.

Disadari oleh M. Nur Kholis Setiawan, anggaran pendidikan yang katanya sudah 20%, ternyata untuk belanja kebutuhan pegawai sudah 13% dan yang untuk biaya pendidikan baru sekitar 7%. “Semoga ke depan anggaran 20 persen benar-benar semuanya diperuntukan untuk komponen pendidikan tidak bercampur dengan belanja pegawai,” harapnya.

Diakui juga olehnya, saat ini masih ada jarak antara kebutuhan madrasah dengan ketersediaan anggaran. Untuk menyikapi hal itu, salah satu cara yang ditempuh adalah mendorong pimpinan madrasah untuk berkompetisi secara sehat dalam merencanakan program sarpras, mengelola anggaran sarpras dengan basis skala prioritas dan mampu mempertanggungjawabkannya dengan baik.

Di hadapan para pengelola sarana dan prasarana madrasah, Direktur yang masih tercatat sebagai Dosen UIN Sunan Kalijaga ini, tidak lupa berpesan agar dalam bekerja mengembangkan pendidikan madrasah, harus didasari dengan ikhlas karena bekerja merupakan ibadah. Bagi M. Nur Kholis, bekerja merupakan perpaduan sikap mental yaitu keikhlasan, kemampuan, dan kemauan dalam mengembangkan madrasah.

Sementara itu, Ida Nur Qosim, Kepala Subdit Sarana dan Prasarana Ditpenma mengatakan bahwa kegiatan workshop ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para pejabat/pengelola program Sarana dan Prasarana tentang perencanaan, manajemen pengelolaan program sarana dan prasarana madrasah. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis tentang pendataan kebutuhan sarana dan prasarana madrasah (need assesement) sehingga program sarana dan prasarana tepat sasaran, transparan dan akuntabel.

“Selain itu, untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan teknis pelaporan program sarana dan prasarana madrasah sehingga implementasi bantuan dapat berjalan secara profesional, berkeadilan, dan akuntabel,” tambahnya. (RB/mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua