Nasional

Apa Substansi Haji?

Anggota Amirul Hajj KH Asrorun Niam. (foto: danyl)

Anggota Amirul Hajj KH Asrorun Niam. (foto: danyl)

Mulai hari ini, jemaah haji diberangkatkan ke Arafah untuk bersiap mengikuti rangkaian puncak haji, Wukuf di Arafah. Dari Arafah, jemaah akan menginap (mabit) di Muzdalifah dan Mina, melontar jumrah, melaksanakan thawaf ifadhah, lalu tahallul yang ditandai mencukur rambut.

Haji merupakan ibadah fisik karena hampir rangkaiannya dilakukan secara fisik. Jika demikian, apa sebenarnya substansi dari haji itu sendiri?

Anggota Amirul Hajj yang juga Sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr. Asrorun Ni’am, Rabu (30/08), memberikan penjelasan sebagai berikut:

Ibadah haji adalah ibadah mahdhah. Sifatnya dogmatik atau ta’abbudi (penghambaan). Ini sebagai cermin khudu’ wal inqiyad, ketertundukan dan kepatuhan total kepada Allah SWT. Dengan demikian, seluruh rangkaian manasik haji itu adalah wujud dari ketertundukkan kita tersebut.

Walau demikian, secara simbolik ada hikmah yang dapat dipetik. Misalnya, kita menggunakan hanya 2 helai kain tidak berjahit. Hal itu mengingatkan kita pada akhir hidup. Kita hadir tanpa memakai apa-apa, dan akan kembali dengan menanggalkan banyak hal: anak, harta, dan juga jabatan. Yang ikut bersama kita hanya kain tanpa jahitan, yaitu kain kafan.

Arafah juga dapat diterjemahkan sebagai padang Mahsyar. Wukuf di Arafah dapat mengingatkan kita akan masa depan, ketika kita semua dibangkitkan. Oleh karena itu, wukuf di Arafah kita lakukan dengan muhasabah. Kita mohon ampunan atas kesalahan, baik yang menyangkut hubungan kita dengan Allah, maupun dengan sesama.

Contoh lain, melempar jumrah. Secara simbolik, dengan melempar batu dengan doa merajam setan, memiliki hikmah untuk mencampakkan nafsu setan yang berada dalam diri kita, atau gangguan setan yang menggoda keataan kita kepada Allah.

Itu semua, secara simbolik menunjukkan bahwa pelaksanaan ibadah haji menuntut ketertundukkan kita kepada Allah, serta melawan anasir yang menjauhkan kita dari Allah swt.

Namun demikian, hikmah itu tidak mempengaruhi dengan hukum perbuatan. Jadi, sekalipun kita belum bisa menyelami, kita harus tetap melakukan rangkaian ibadah haji, demi kepentingan keabsahan haji.

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua