Nasional

Alasan Jemaah Sakit Harus Disafariwukufkan

Anggota Amirul Hajj KH Asrorun Niam. (foto: danyl)

Anggota Amirul Hajj KH Asrorun Niam. (foto: danyl)

Setiap penyelenggaraan ibadah haji, pemerintah men-safariwukuf-kan jemaah haji yang saat puncak haji dalam keadaan sakit. Mereka dinaikan ke dalam bus, baik dalam keadaan tertidur maupun duduk. Kenapa hal demikian mesti dilakukan? Lantas bagaimana pula mereka melaksanaan wajib hajinya?

Anggota Amirul Hajj yang juga Sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr. Asrorun Ni’am, Minggu (27/08) memberikan penjelasan sebagai berikut:

Wukuf adalah rukun haji. Karena rukun, maka harus dilakukan seluruh jemah haji. Pelaksanaan wukuf itu di Arafah dengan waktu yang ditentukan, yaitu 9 Zulhijjah. Ketika ada orang sakit, kemudian dia bisa dibantu untuk berada di tanah Arafah untuk melaksanakan wukuf, maka harus dilakukan.

Salah satu ikhtiar pemerintah untuk membantu jemaah sakit tersebut adalah men-safariwukuf-kan mereka. Sebab, sebagai rukun haji, wukuf harus dilakukan.

Terkait pelaksanaan wajib haji, seperti melontar jumrah atau mabit di Mina, itu bisa diwakilkan kepada orang lain atau dengan membayar Dam. Bahkan dalam kondisi tertentu, ada juga pandangan yang mengatakan, jemaah yang memiliki uzur syar’i tidak harus melaksanakan wajib haji dan juga tidak dikenakan denda atau dam karenanya.

Termasuk uzur syar’i adalah orang yang khawatir dengan keselamatan jiwanya. Khawatir sakitnya justru bertambah parah jika dipaksakan melaksanakan wajib haji.

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua