Nasional

70% Jamaah Haji Indonesia Masuk Kelompok Risti

Jeddah (Pinmas) --- Ada sekitar 70% jamaah haji Indonesia yang bisa dikategorikan dalam kelompok mempunyai resiko tinggi (risti). Kelompok ini adalah para jamaah haji Indonesia yang memang tidak berada dalam kondisi 100%. Hal ini disampaikan Kabid Kesehatan PPIH Embarkasi Arab Saudi, Firdiansyah kepada Koordinator MCH Daker Jeddah, Iwan Supriadi, Minggu (08/09) malam waktu Saudi.

“Ada sekitar 70% jamaah yang dikategorikan kelompok resiko tinggi (risti). Kelompok ini memang adalah orang-orang yang tidak dalam kondisi 100%,” terang Firdiansyah. Menurut Firdiansyah, kondisi risti itu berpotensi menyebabkan jamaah terpapar atau terkena suatu persoalan penyakit, dan itu sering disebabkan adanya persoalan kesehatan yang diderita jamaah sejak di Tanah Air. Lantas bagaimana jamaah dikategorikan risti, Firdiansyah menjelaskan bahwa itu setidaknya karena dua hal, yaitu: pertama, jamaah haji dikategorikan risti karena faktor usianya yang sudah lanjut. “Kelompok ini menempati persentase antara 20 – 30%,” kata Firdiansyah.

Menurutnya, umur yang semakin lanjut akan diikuti dengan terjadinya perubahan-perubahan fisiologis manusia. Manusia tua menjadi lebih lemah, tidak sekuat pada masa mudanya, walaupun mereka tidak berpenyakit. “Penurunan fisiologis ini tentu menyebabkan para jamaah usia lanjut tergolong risti untuk terkena paparan penyakit saat menjalani manasik haji dibanding orang yang belum usia lanjut. Ini menempati 20 – 30%,” tutur Firdiansyah. Kelompok risti kedua adalah jamaah yang sejak di Tanah Air memang sudah menderita penyakit, namun hal itu tidak menyebabkan mereka terhalang untuk berangkat haji.

Apalagi budaya kita, lanjut Firdiansyah, penyakit terkadang justru memberikan sebuah semangat bagi jamaah karena meninggal di Tanah Haram juga tidak masalah. “ Kita tidak bisa mencegah orang yang kita temukan sakit untuk kita hambat untuk berangkat. Yang kita lakukan adalah memberikan pemahaman kepada mereka bahwa penyakit yang diderita ini harus dia kelola, karena dia beresiko tinggi akibat penyakit yang dimiliki,” tegas Firdiansyah. “Kelompok ini mendekati antara 40 – 50%. Jadi kelompok ini tinggi di kalangan jamaah kita, mereka berpotensi terkena penyakita, dan jenis penyakitnya juga banyak,” tambahnya.

Jujur Dalam Pemeriksaan Kabid Kesehatan Embarkasi Arab Saudi ini meminta jamaah haji untuk menyampaikan penyakit yang dideritanya dengan jujur pada setiap tahapan pemeriksaan yang dilakukan. Menurut Firdiansyah, sejak di Tanah Air, Kementerian Kesehatan sudah melakukan tiga tahapan pemeriksaan, yaitu: pemeriksaan di puskesmas, rumah sakit, dan di embarkasi. “Laporkanlah apa adanya, sampaikan secara jujur! Itu tips yang harus dijaga para jamaah,” katanya.

Firdiansyah mengakui bahwa kondisi di lapangan sering menemukan para jamaah justru sering tidak menyampaikan kondisi yang sebenarnya. Para jamaah yang mempunyai sakit jantung, kencing manis, atau yang lainnya tidak mau menyampaikan hal itu kepada pemeriksa. “Mungkin ini terjadi karena adanya kekhawatiran mereka akan terhambat untuk berangkat ke Saudi. Ini yang mestinya dihilangkan,” jelasnya.

“Tim Kesehatan justru akan membantu dalam membina dan menjaga kesehatan,” imbuhnya. Kalau sudah diketahui bahwa seseorang mempunyai sakit jantung, darah tinggi, kencing manis, dan penyakit lainnya, Firdiansyah memastikan bahwah itu justru akan mempermudah tim kesehatan untuk melakukan pengobatan sejak dari Tanah Air. Dengan pengobatan itu, lanjutnya, diharapkan para jamaah akan tetap vit, walaupun sakit. “Namun sekali lagi saya tegaskan bhawa kelompok resiko tinggi ini tetap akan kita kelola sehingga tetap bisa berangkat,” tegasnya.

Bawa Obat Yang Biasa Dikonsumsi Jamaah haji Indonesia yang kebetulan menderita suatu penyakit, diharapkan melakukan pemeriksaan sejak di Tanah Air. Dengan begitu, mereka akan mendapatkan catatan rekam medik dari dokter yang sudah memeriksa. Selain itu, jamaah juga diminta untuk membawa obat-obatan yang biasa dikonsumsi di Tanah Air karena kebiasaan obat yang dikonsumsi juga memberikan efek psikologis. Menurut Firdiansyah, orang yang sudah tersugesti dengan jenis obat tertentu, lalu diberikan jenis obat yang lain, meski isinya sama, belum tentu memberikan efek yang sama. “Karena itu, bagi orang-orang yang sudah terbiasa dengan obat dari Tanah Air, bekalilah diri dengan obat itu,” kata Firdiansyah.

“Pemerintah juga tidak mungkin menyediakan beragam jenis dari sekian banyak jenis obat yang ada. Bekali obat sepanjang perjalanan ibadah haji, bila perlu untuk 40 hari ke depan,” jelasnya. Termasuk yang perlu dibawa, lanjut Firdiansyah, obat-obat harian, seperti obat flu, pusing, dan pegal-pegal. “Jangan hanya bertumpu pada obat di sini, walaupun Pemerintah menyediakan. Akan lebih bagus kalau jamaah sendiri menyiapkan bekal itu untuk bekal pribadi. Namun, petugas akan tetap membantu,” terangnya. Selain membawa obat, Ferdiansyah meminta jamaah haji Indonesia untuk membiasakan diri memakai masker.

Menurutnya, memakai masker juga harus dibiasakan karena kalau tidak dibiasakan juga tidak akan menjadi suatu pola. “Pola hidup sehat lainnya adalah membiasakan cuci tangan sebelum makan, jangan merokok, serta istirahat dan makan yang cukup,” ujarnya.

Terkait semua ini, Firdiansyah menjelaskan bahwa Kemenkes akan terus mensosialisasikan dan mendorong agar jamaah haji Indonesia menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Menurutnya, penekanan dari konsep ini adalah pada aspek upaya pencegahan dan peningkatan kualitas kesehatan. “Ini sebetulnya tidak menjadi masalah kalau konsep PHBS tadi dilakukan. Jadi jamaah insya Allah tetap aman, tetap bisa tertib dan lancar sampai mendapatkan haji mabrur. (is/mch)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua