Kristen

Identitas Gereja dalam Kuasa Kebangkitan

Pdt. Samuel St. Silas (Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia)

Pdt. Samuel St. Silas (Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia)

Saudara-saudaraku yang kekasih. Marilah kita saling mengasihi. Sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.

Kita baru saja memperingati Paskah yang memiliki makna aplikatif, yaitu: esensi panggilan keselamatan untuk membangun komitmen hidup yang konsisten dalam kebenaran Kristus, sebagai wujud pengenalan akan Allah melalui ketaatan dan pengabdian kita sebagai hamba kebenaran di dalam Tuhan Yesus Kristus.

Pengabdian ini menjadi wujud nyata pengharapan kita dalam iman percaya kepada kebenaran Kristus, yang kita nyatakan dalam kasih kepada Allah dan sesama manusia di setiap aspek kehidupan pribadi maupun sosial. Yaitu, menghadirkan kesempurnaan kasih Kristus untuk mendatangkan pemulihan dan damai sejahtera. Inilah esensi panggilan dan kehadiran gereja sebagai identitas Kristus, melalui kualitas karakter yang terintegrasi dengan kebenaran, dan kehidupan sebagai wujud representatif serta berdampak ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat.

Kehadiran gereja harus membawa nilai kebenaran yang absolut dan tersistematis/keterkaitan dengan kehidupan yang meliputi psikofisik (perilaku mental) dan biososial (perilaku sosial); kehidupan yang berintegritas: membawa visi misi kasih Kristus yang memiliki kebenaran absout.

Roma 12:2, ‘Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubah lah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.’

Menjadi serupa ini menunjuk kepada jalan hidup dunia yang jahat, kehidupan yang tidak mau taat kepada kebenaran Tuhan, dan kehilangan kasih yang tulus. Hal ini tercermin dalam sifat kehidupan yang selalu diwarnai oleh keegoisan dalam segala lini kehidupan. Yaitu, suatu kehidupan yang berpusat kepada kepentingan diri sendiri, tidak ada ketulusan kasih terhadap orang lain. Inilah kondisi dunia, yang Paulus ajarkan agar kita tidak menjadi serupa dengan dunia ini.

Ayat ini sesungguhnya memberikan pemahaman kepada suatu realita; bahwa kehidupan kita sebagai gereja, diutus ditengah kehidupan bermasyarakat dalam dunia.Suatu kehidupan yang senantiasa membawa ancaman kematian, seperti domba ditengah-tengah serigala (Mat. 10:16a). Inilah kondisi dunia di sekitar kita; tidak ada cinta kasih yang tulus, semua dinilai dengan uang, dan tujuannya selalu kepada kepentingan diri sendiri.

Oleh karenanya, tidaklah mengherankan kalau kita diperhadapkan dengan kepalsuan hidup. Yaitu, kehidupan yang penuh dengan kamuflase yang tanpa disadari, akan membawa kepada tindakan-tindakan yang menghancurkan dan memporak porandakan dalam keutuhan bermasyarakat. Di sini lah kehadiran dan peranan gereja sebagai ciptaan baru dalam kasih karunia Kristus, yang selalu membawa rasa dan arah secara konsisten kepada kebenaran yang absolut, sebagai representatif Kristus di setiap lini kehidupan dalam bermasyarakat.

Yohanes dengan tegas mengajak kita sebagai umat kepunyaan Allah yang kudus, untuk hidup saling mengasihi (1Yoh. 4:7). Konteks ini berbicara tentang kualitas kehidupan kita yang menjadi rasa dan arah di dalam kebenaran Kristus yang absolut. Yaitu, kasih yang tulus kepada setiap orang dengan tidak melihat kepentingan pribadi.

Kita tidak bisa menghindar atau mengasingkan diri karena kondisi perbedaan dalam masyarakat, dan kita juga tidak bisa menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi kualitas karakter rohani kita, yaitu kasih Kristus yang sempurna harus diwujudkan dalam tindakan pelayanan dan kehidupan yang nyata; sebagai identitas yang absolut dan dapat dipercaya melalui rasa dan arah dalam kebenaran kasih Kristus.

Kehidupan pluralisme dalam berbangsa dan bernegara bukanlah menjadi penghambat bagi kehidupan gereja di akhir zaman, tetapi sebaliknya menjadi kesempatan untuk kita bisa hadir dan hidup bersama, untuk menyatakan identitas kasih Kristus yang absolut yaitu; kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan dan kesetiaan (Gal. 5:22-23).

Oleh karenanya, marilah kita semakin aktif berdoa untuk kesejahteraan bangsa dan negara kita, dan terlibat dalam pengabdian melalui kehidupan bersosialisasi baik dalam masyarakat sekitar kita, maupun dalam berbangsa dan bernegara, untuk Indonesia yang kita cintai yaitu; Indonesia Jaya dalam kesejahteraan. Tuhan Yesus memberkati.

Pdt. Samuel St. Silas (Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia)


Fotografer: Istimewa

Kristen Lainnya Lihat Semua

Pdt. Dr. Andreas Agus (Rohaniwan Kristen)
Layak Dipercaya

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua

Khutbah Jumat
Keagungan Ramadan