Hikmah

Teladan Kesungguhan Murid Imam Ahamad dalam Menuntut Ilmu

Ilustrasi: Imam Hambali

Ilustrasi: Imam Hambali

Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib, baik bagi Muslim laki-laki maupun perempuan. Selain itu, keutamaan yang diraih oleh penuntut ilmu juga luar biasa. Sejumlah ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi sudah banyak menyinggung hal ini. Salah satunya adalah sabda Rasulullah saw berikut,


.وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Artinya: "Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR Muslim)

Sebab itu, mempelajari ilmu, terutama ilmu agama, menjadi perhatian penuh para ulama. Ada yang rela berpindah dari satu negeri ke negeri lain hanya untuk berguru, ada yang menggunakan malam tanpa tidur demi menyelami samudera pengetahuan, bahkan ada juga yang mempertaruhkan nyawanya demi bisa memperoleh ilmu yang ia cari.

Adalah Abu Abdurrahman Baqi bin Makhlad al-Qurthubi, ulama berkebangsaan Andalusia ini dikisahkan memiliki etos belajar yang luar biasa. Ia rela mengembara jauh dari tanah kelahirannya ke Baghdad untuk bisa menimba ilmu kepada Imam Ahmad bin Hambal, seorang ulama penggagas madzhab Hambali, aliran fiqih yang masih eksis sampai hari ini.

Dikisahkan, sekali waktu Baqi melakukan perjalanan jauh dari Makkah ke Baghdad, tujuan utamanya adalah untuk menuntut ilmu. Jika sudah sampai di negara tujuan, ia bermaksud berguru hadits kepada Imam Ahmad bin Hambal. Begitu hampir tiba di tujuan, ia mendengar kabar buruk bahwa ulama yang hendak dijadikan gurunya itu sedang mendapat musibah. Kabarnya ia dilarang oleh penguasa saat itu untuk mengadakan majelis ilmu. Akibatnya selama itu ia tidak bisa melakukan kegiatan mengajar seperti biasa.

Namun, kondisi ini tidak menyurutkan Baqi untuk mewujudkan niatnya berguru kepada ulama yang sangat ia hormati. Sesampai di Baghdad, ia menyewa tempat untuk menginap. Saat ke masjid, ia melihat ada halaqah seorang ulama yang tampak sedang mengajar murid-muridnya. Pengajar itu ternyata Yahya bin Ma’in, teman seperguruan Ahmad bin Hambal.

Kesempatan ini dimanfaatkan Baqi untuk bertanya banyak hal kepada Yahya. Ia bertanya tentang guru-guru yang pernah ia temui untuk dinilai kredibilitasnya sebagai seorang perawi. Terakhir, ia bertanya tantang Ahmad bin Hambal. Yahya menjawab, “Bagaimana kami berani menilai Ahmad bin Hambal! Beliau adalah imam kaum muslimin, orang terbaik dan paling utama.”

Selesai bertanya tentang banyak hal, Baqi meminta alamat rumah Imam Ahmad. Setelah berhasil mendapatkan alamat rumah dan berjumpa di kediamannya, ia kemudian berkata kepada Imam Ahmad, “Wahai Abu Abdillah, aku datang dari jauh. Ini merupakan pertama kali aku datang ke negeri ini. Tujuanku satu, ingin belajar hadits kepada tuan.”

“Masuklah, jangan sampai ada orang yang melihatmu,” kata Imam Ahmad.

“Dari mana sebenarnya asalmu?”

“Dari ujung barat?”

“Afrika?”

“Lebih jauh dari Afrika. Untuk pergi dari negeri hingga ke Afrika harus mengarungi lautan. Aku berasal dari Andalusia.”

“Jauh sekali negerimu. Aku sangat senang sekali jika bisa membantumu. Hanya saja aku sedang mendapat ujian, aku tidak diperbolehkan membuka majelis ilmu. Kau mungkin sudah mendengarnya.”

“Benar, aku tahu itu. Jika tuan mengizinkan, aku akan tetap rutin datang ke sini untuk belajar hadits. Agar tidak ada yang curiga, aku akan menyamar menjadi pengemis setiap kali ke sini. Nanti, jika aku sudah sampai di pintu, tuan bersikap kepada saya layaknya menemui pengemis. Jika setiap hari tuan bisa menyampaikan satu hadis saja untukku, itu sudah cukup.”

“Boleh, syaratnya kedatanganmu tidak diketahui olah orang lain, sekalipun oleh para muhaddits (ahli hadits).”

“Baik, aku setuju dengan syarat tuan.”

Esoknya, Baqi datang ke rumah Imam Ahmad dengan memegang sebuah tongkat dan menutup kepalanya menggunakan kain kotor. Ia pun berkata layaknya seorang pengemis. “Semoga Allah memberi balasan kebaikan kepada tuan, semoga Allah memberikan rahmat kepada tuan, orang yang meminta sudah berada di dekat rumahmu.”

Kemudian Imam Ahmad menemuinya dan menyampaikan dua sampai tiga hadits. Hal ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya Imam Ahmad diizinkan kembali untuk membuka pengajaran. Karena sudah mengetahui kesabaran Baqi dalam menuntut ilmu, ia menempatkannya di tempat khusus di dalam majelisnya. Ia juga sering menyampaikan kisah teladan kesungguhan pria Andalusia ini kepada murid-murid di pengajiannya. (Syamsuddin adz Dzahabi, Siyaru A’lamin Nubala, juz XVI, halaman 26).

Diketahui, Imam Ahmad bin Hambal memiliki julukan Pimpinan Ahlusunnah wal Jama’ah. Panggilan kehormatan ini tidak disematkan kepada tiga imam madzhab lainnya, Imam Hanafi, Malik, dan Syafi’i, padahal Ahmad bin Hambal lahir paling terakhir setelah mereka. Alasannya, Ahmad bin Hambal dinilai sebagai ulama pejuang Ahlusunnah wal Jama’ah yang andal. Ia sempat mengalami cobaan berat untuk memperjuangkannya.

Demikianlah kisah kegigihan belajar murid Imam Ahmad bin Hambal. Demi menghilangkan dahaga belajarnya dan agar bisa berguru kepada seorang ulama yang sangat dihormatinya, ia rela menyamar yang seandainya tertangkap akan mengancam keselamatan nyawanya. Wallahu a’lam.


Penulis: Muhamad Abror


Editor: Muhammad Zunus

Hikmah Lainnya Lihat Semua

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Koordinat
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Nol
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Kumpul
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Temu
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Jenuh

Artikel Lainnya Lihat Semua