Feature

Tradisi Semana Santa dan Kerajaan Katolik di Larantuka (Tulisan-2)

Prosesi antar arakan Peti Tuhan Yesus Tersalip dalam gelaran Semana Santa 2024 di Larantuka, Flores Timur, NTT.

Prosesi antar arakan Peti Tuhan Yesus Tersalip dalam gelaran Semana Santa 2024 di Larantuka, Flores Timur, NTT.

Larantuka (Kemenag) --- Tradisi Semana Santa dalam perayaan Paskah di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NNT) sejatinya tidak bisa lepas dari keberadaan dan sejarah Kerajaan Larantuka.

Sebagai Kerajaan Katolik terbesar dan tertua nusantara yang berada di ujung timur Pulau Flores, Kerajaan Larantuka menyimpan sejarah lisan tentang Semana Santa. Hingga kini sejarah lisan tentang Semana Santa itu diwariskan kepada penerus kerajaan dan masyarakat Larantuka.

Don Andreas Martinus Diaz Viera de Godinho (DVG), dinasti atau garis keturunan Raja Larantuka ke-22 mengatakan Kerajaan Larantuka sudah ada sejak abad ke-12. Kerajaan ini mewariskan tutur lisan sehingga warisan ini benar-benar dipertahankan bersamaan dengan masuknya ajaran agama Katolik ke pulau tersebut.

Ditemui di Larantuka usai Tradisi Semana Santa 2024, Don Andreas Martinus menuturkan, pada awal abad ke-14, masuklah pengaruh dari China dan Majapahit ke Kerajaan Larantuka. Dari Majapahit, Kerajaan Larantuka mendapat tunjuk ajar bagaimana mengelola kerajaan dan struktur pemerintahan.

"Kehadiran Majapahit di Larantuka dapat dibuktikan dengan nama-nama moyang masyarakat Larantuka yang identik dengan nama Jawa. Misalnya Sri Dema di Larantuka menjadi Sri Demon. Setelah Majapahit, masuklah Portugis dengan membawa misi perdagangan rempah-rempah, sekaligus menyebarkan agama Katolik. Pada abad ke-15, Portugis membawa para paderi atau pastor untuk menyebarkan, memimpin dan menyebarkan agama Katolik di Larantuka," kata Don DVG, Minggu 31 Maret 2024

"Selain mengambil Cendana yang ada di Larantuka, para paderi juga memberi tuntunan tentang agama Katolik kepada masyarakat Larantuka. Namun setelah para paderi itu kembali ke Portugis, masyarakat Larantuka kembali ke tradisi dengan menyembah leluhur melalui pepohonan dan batu-batu besar," sambung pria 76 tahun ini.

Kondisi ini dipahami oleh para paderi Portugis. Mereka lalumencari strategi baru untuk menyebarkan agama Katolik. Salah satunya dengan mengajak para tetua kampung, orang besar hingga Raja Larantuka lewat tuntunan ajaran Katolik dari para paderi.

"Raja Larantuka waktu itu menyatakan ketertarikannya pada ajaran agama Katolik. Pada tahun 1664-1665, Dinasti ke-11 Kerajaan Larantuka Ola Adobala dipermandikan dan masuk Katolik oleh Keuskupan Malaka. Akhirnya Raja Larantuka ke-11 diberi nama Don Fransisco Ola Adobala Diaz Vieira de Godinho. Di kalangan kerajaan Larantuka nama Don itu untuk putra dan Dona untuk putri," ujar Don DVG.

Ketertarikan Raja Larantuka ke-11 akan ajaran agama Katolik juga diikuti oleh masyarakat Larantuka. Lewat titahnya Raja Larantuka perintahkan semua rakyatnya untuk masuk Katolik.

"Pada tahun 1665 menjadi awal Kerajaan Larantuka menyerahkan kekuasaan di bawah kaki Bunda Maria. Bunda Maria pun diangkat menjadi Ratu kerajaan Larantuka.Sejak saat itu spritualitas Bunda Maria sudah tertanam dalam sanubari masyarakat Larantuka," pungkas Don DVG.

Diterimanya agama Katolik oleh Kerajaan lantaran dianggap sesuai dengan budaya Larantuka. Seperti budaya memiliki kemurnian hidup yakni berpikir, berbicara, perilaku jujur, adil, saling menghormati, kerja sama dan gotong royong.

"Sehingga, semua umat mewarisi kemurnian hidup. Inilah yang telah diwarisi leluhur kami. Saat itu Raja Larantuka sangat memahami norma-norma Katolik dan tata kerajaan. Di setiap daerah Raja Larantuka menunjuk dseorang Hamente atau camat yang wajib beragama Katolik. Termasuk Dewan Menteri Kerajaan Larantuka. Semua yang dekat dengan kerajaan dan masyarakat Larantuka wajib memeluk Katolik, " tandasnya. (Bersambung)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Feature Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua