Feature

"Ngaji Pasanan"

Mahrus eL-Mawa

Mahrus eL-Mawa

Salah satu tradisi yang berlangsung sejak dulu di dunia pesantren setiap bulan Ramadan adalah “Ngaji Pasanan”. Ada juga pesantren yang menyebutnya dengan "Ngaji Pasaran" atau istilah lainnya namun dengan maksud yang sama.

Ngaji Pasanan adalah belajar atau mengaji kitab kuning dari awal hingga akhir (khatam) satu atau beberapa kitab yang dibaca selama bulan Ramadan. Tradisi ini digelar bersamaan dengan masa libur pendidikan klasikal selama Ramadan. Selain santri pesantren setempat, Ngaji Pasanan juga diikuti santri kelana. Yaitu, santri satu pesantren yang memilih tabarukan dengan mengaji di pesantren lainnya sesuai target kitab yang ingin dikajinya atau ustadz yang mengajarnya. Ada juga yang memilih Ngaji Pasaran di pesantren tertentu, karena alasan gurunya adalah alumni pesantren tersebut.

Rentang waktu mengajinya juga berbeda-beda. Ada yang khatam pada 17 malam bulan Ramadan, ada juga yang hingga akhir bulan puasa baru selesai. Kitab yang dibaca seringkali tidak terlalu tebal. Misalnya, Tanqihul Qaul, Risalatul Mu'awanah, Bulughul Maram, dan Fathul Ghaits. Belakangan, karya Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari, Risalah Ahlus Sunnah Waljama'ah juga diajarkan.

Ngaji Pasaran menjadi momentum bagi para santri untuk menyambung sanad keilmuan, mengaji pada para kiai dan ustadz satu kitab hingga khatam. Para santri melakukan 'tabarrukan ilmu' dari proses transformasi pengetahuan guru dan murid.

Lebih dari itu, Ngaji Pasaran juga menjadi sarana pembinaan mental. Maklum, untuk mengikutinya memang perlu persiapan, mulai dari mengatur waktu keberangkatan, persiapan kitab, termasuk keharusan beradaptasi secara cepat dengan lingkungan baru. Persiapan dan keteguhan hati ini diperlukan demi kemudahan, kesuksesan, dan kelancaran dalam "ngalap berkah" Ngaji Pasanan.

Dalam konteks sekarang, praktik Ngaji Pasanan yang sudah berlangsung sejak lama di pesantren senafas dengan konsep Merdeka Belajar yang sedang digalakkan Kemendikbud. Tradisi Pendidikan Pesantren melalui Ngaji Pasanan bahkan bisa menjadi best practice dari penerapan kurikulum Merdeka Belajar.

Secara intelektual, beragam kitab yang diajarkan dalam Ngaji Pasanan juga akan memberi warna dalam pembacaan dan pemaknaan. Tradisi ini terus berkembang, sebagai bukti kekayaan dan keluasan ilmu para kyai, nyai, gus, ning maupun asatidz pesantren. Di tengah arus perubahan zaman, Ngaji Pasanan berlangsung dengan beragam penyesuaian, termasuk dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

Mahrus eL-Mawa (Kasubdit Pendidikan Al-Quran, alumnis Pesantren Salafiyah Pemalang dan Al-Munawir Krapyak)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Feature Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua