Opini

Santri Ya Lal Wathan

Nadia Shafiana Rahma

Nadia Shafiana Rahma

Sejak ditetapkan Presiden Joko Widodo dalam lembar Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015, maka 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri. Tema Hari Santri tahun 2021 terasa sangat berdaya, Santri Siaga Jiwa Raga. Santri siaga jiwa raga, sebagaimana dinyatakan Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas, adalah bentuk pernyataan sikap santri lndonesia agar selalu siap siaga menyerahkan jiwa dan raga untuk membela Tanah Air, mempertahankan persatuan lndonesia, dan mewujudkan perdamaian dunia.

Siaga jiwa raga merupakan komitmen seumur hidup santri yang terbentuk dari tradisi pesantren yang tidak hanya mengajarkan kepada santri-santrinya tentang ilmu dan akhlak, melainkan juga tazkiyatun nafs, menyucikan jiwa dengan cara digembleng melalui berbagai tirakat lahir dan batin yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Keteguhan santri seperti ini dalam bahasa puitik WS Rendra berbunyi: Kesadaran adalah matahari/Kesabaran adalah bumi/Keberanian menjadi cakrawala/dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.

Santri siaga jiwa raga adalah bentuk keteguhan, totalitas santri dalam beragama dan berbangsa Indonesia.

Tema ini selaras dengan makna filosofis logonya yang estetik dan ikonik Salat sebagai wujud puncak jiwa raga berserah diri pada Allah. Sujud sebagai ikhtiar dan ketulusan supaya pandemi segera berlalu. Warna warni sebagai semangat berkolaborasi dan berbagi untuk mengabdi pada ilahi dan negeri. Tema dan logo ini tampak tegas manifestasi dari doktrin hubbul wathon minal iman (cinta Tanah Air bagian dari iman).

Malam kebudayaan Pagelaran Wayang Kulit Santri dengan lakon “Semar Bangun Pesantren”, yang diselenggarakan Kementerian Agama RI sebagai salah satu rangkaian peringatan Hari Santri 2021 juga merupakan bentuk kesinambungan model dakwah Wali Songo. Pelestarian kesinambungan dakwah ini menunjukkan lestarinya ajaran al-muhafadhatu ‘alal qadiimis shaalih wal akhdzu bil jadiidil ashlah (mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik).

Resolusi jihad, fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan lndonesia dari Hadratusy Syaikh M. Hasyim Asy’ari, sampai pergolakan pertempuran 10 November 1945 yang menjadi latar penetapan Hari Santri, selalu mendapatkan kontekstualitasnya setiap waktu.

Spirit universal yang tak akan pernah berubah setiap memperingati Hari Santri adalah kaum santri menjadi garda depan menegakkan tujuan syariah (maqashid al-syari’ah), yaitu terwujudnya kehidupan yang adil (al-’adalah), setara (al-musawah), manusiawi (al-basyariyah), menjunjung tinggi lokalitas (al-‘adah), kebhinekaan (at-ta’addudiyyah), dan keharmonisan (mu’asarah bi al-ma’ruf) di Indonesia yang berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Inilah keutamaan doktrin kesantrian, ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah, yang membuat santri selalu dapat hidup damai dengan siapa dan di mana saja.

Tradisi yang mengabadi pada dunia santri adalah menempuh pendidikan lintas negara (diaspora), mengejar otoritas sanad keilmuan. Pada masa awal Islam di Indonesia, jaringan keilmuan santri masih di seputar Timur Tengah, seperti Makah, Madinah, Kairo, Hadramaut, Maroko, dan sekitarnya. Ribuan santri bermukim, menuntut ilmu, mengajar, dan berkarya menulis kitab dan menerbitkannya di luar negeri. Maka banyak sekali ulama dari Indonesia yang memiliki reputasi dunia, seperti Syaikh Nawawi al-Bantani dan Syaikh Yasin al-Fadani.

Hari ini, santri diaspora Indonesia petanya telah meluas. Dari segi jangkauan kawasan, santri hari ini menuntut ilmu yang menjangkau di semua kawasan dan benua, Asia, Afrika, Eropa, Amerika, dan Australia di ratusan negara. Hari ini telah banyak santri yang menyandang maqam selain kiai dan syaikh, yaitu sarjana, master, doktor, dan profesor. Dari segi kajian keilmuan, jika dulu terbatas pada ilmu keislaman, maka hari ini ada ribuan santri diaspora yang menekuni ratusan jenis keilmuan, baik ilmu agama, sosial, humaniora, kealaman, dan saintek. Dari sisi koneksitas, dengan kemajuan teknologi komunikasi yang canggih, seluruh santri yang ada di seluruh dunia terkoneksi dengan mudah.

Pengalaman saya saat baru sehari tiba di Washington Amerika, jaringan santri internasional/dunia telah terhubung dengan saya. Saya mendapatkan berbagai agenda acara yang dilaksanakan santri diaspora, mulai dari acara rutin tahlilan, barzanjen/dibaa'an (membaca al-Barzanji atau Maulid Dibaa'iy), sampai kajian keilmuan lintas benua yang serius.

Jadi santri saat ini telah sampai pada penekunan area keilmuan yang sangat luas dan global. Tinggal menunggu waktu akan tiba masa kemajuan dan keragaman keilmuan di dunia kaum santri.

Pesantren yang menjadi rumah kaum santri, akan mampu memajukan pendidikan umum tanpa mengurangi kualitas penguasaan keagamaan. Model pendidikan yang dapat mengintegrasikan pendidikan agama dan keilmuan umum adalah tren yang dibutuhkan masyarakat hari ini dan masa depan.

Pesantren adalah institusi yang memiliki modal sosial paling besar dan diharapkan masyarakat. Harapan saya sebagai santri yang masih belia, dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren, semoga dapat pemerintah sungguh-sungguh dalam memajukan pesantren. Sementara, penyelenggara pendidikan pesantren juga bisa mengimbanginya dengan meningkatkan kualitas, keterbukaan, dan akuntabilitasnya. Karena ini merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan akses dan fasilitas dari pendanaan negara. Jika pesantren mau bekerja keras untuk meningkatkan mutu, pasti bisa.

Pengalaman Kementerian Agama membangun madrasah dengan pendekatan meniru model pesantren, dengan integrasi ilmu seperti MAN Insan Cendekia Serpong, telah terbukti berhasil menjadi sekolah nomor 1 di Indonesia berdasarkan perolehan nilai Ujian Masuk Pergurun Tinggi (UTBK) dalam SBMPTN sebagaimana dirilis LTMPT (Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi) baru-baru ini. Ini capaian luar biasa, Madrasah Aliyah yang meniru pendidikan pesantren berada di puncak dari seluruh SMA/SMK/MA yang di kelola Kemendikbudristek dan Kemenag. MA Program Keagamaan (MAPK) yang juga dikembangkan Kementerian Agama dengan pendekatan mirip pesantren, saat ini juga telah memetik hasilnya, pimpinan-pimpinan di Kementerian Agama, baik di kantor maupun perguruan tinggi Islam dan umum adalah alumni MAPK.

Inilah bukti bahwa pesantren merupakan tempat pendidikan terbaik. Harapan saya yang lain adalah program beasiswa afirmasi santri untuk mendapat layanan pendidikan tinggi di dalam dan luar negeri terus ditingkatkan dan merata, dengan persentase yang sesuai dengan jumlah pesantren yang ada. Data Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI, menunjuk angka, ada 34.669 pesantren di Indonesia. Jika beasiswa afirmasi santri bisa ideal dan setara dengan jumlah pesantren yang ada, maka ini menjadi gerakan keilmuan dan keumatan yang menakjubkan.

Sebagai akhir, bila pendidikan pesantren maju dan bidang keilmuan-keahlian yang dikuasai santri beragam, maka peran untuk berhidmah dan mengabdi kepada umat, bangsa, dan negara tercinta semakin paripurna di segala lini kehidupan.

Selamat Hari Santri 2021. Dengan semangat ya lal wathan, Santri Siaga Jiwa Raga. (Washington, 21 Oktober 2021)

Nadia Shafiana Rahma (Duta Perdamaian dan Persahabatan Indonesia-Amerika Serikat (2021-2022), santri Pondok Pesantren Hadil Iman MAPK MAN I Surakarta, dan siswa pertukaran pelajar di Ellensburg High School (EHS) Washington USA (2021-2022).


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat