Buddha

Hidup Itu Mudah, yang Sulit Caranya

Buddha Wacana

Buddha Wacana

Hidup ini mudah bagi orang yang tidak tahu malu, yang suka menonjolkan diri seperti seekor burung gagak, suka menfitnah, tidak tahu sopan santun, pongah, dan menjalankan hidup kotor. Hidup ini sukar bagi orang yang tahu malu, yang senantiasa mengejar kesucian, yang bebas dari kemelekatan, rendah hati, menjalankan hidup bersih dan penuh perhatian. (Dhammapada Mala Vagga syair 244-245)

Mungkin kita pernah merenungkan mengapa kita terlahir sebagai manusia? Untuk apa kita terlahir sebagai manusia? Dari mana kita sebelumnya dan hendak kemana setelahnya? Renungan ini sangat membantu kita dalam memaknai arti kehidupan kita di dunia.

Dalam pandangan agama Buddha, terlahir sebagai manusia adalah sulit dan merupakan kesempatan yang sangat berharga. Hal demikian ditulis dalam Dhammapada Buddha Vagga syair 182 dan juga dalam Nakhasikha Sutta kitab Samyutta Nikaya 13:1. Dikatakan sulit terlahir sebagai manusia karena kualitas karma baik yang mendorong lahir ke alam manusia adalah sila (moralitas) yang sangat baik. Dan dikatakan sangat berharga karena di alam manusialah kita akan melihat dengan jelas penderitaan (samsara) sehingga kemungkinan greget untuk membebaskan diri dari penderitaan lebih besar.

Secara kosmologi Buddhis, alam manusia (manussa) adalah alam tengah antara alam menderita (alam apaya) dan alam bahagia (suggati). Hal ini amat memungkinkan manusia merasakan secara silih berganti penderitaan dan kebahagiaan. Kadang bahagia kadang menderita. Ada yang banyak bahagia sedikit menderita, ada pula yang sebaliknya sedikit bahagia banyak menderita. Berbeda dengan alam apaya dimana makhluknya lebih banyak merasakan penderitaan dan sebaliknya makhluk di alam surga lebih banyak merasakan kebahagiaan.

Bagi mereka yang tidak menyadari, tidak mensyukuri arti kehidupan ini maka ia menjalani hidup dengan seenaknya, yang dicari hanyalah kesenangan. Asalkan dia merasakan kesenangan, dia mencarinya, tidak peduli bagaimana caranya yang penting senang. Tetapi bagi mereka yang mengenal ajaran kebenaran Dhamma, hidup bukan hanya soal mencari kesenangan saja. Hidup mesti bermakna. Hidup untuk apa, ke mana dan bagaimana menjalaninya? Lahir dan hidup sebagai manusia adalah untuk menghentikan penderitaan. Dengan pengertian ini kita akan menjalani hidup dengan hati-hati, jangan sampai apa yang kita lakukan makin menambah penderitaan baik penderitaan diri maupun makhluk lain.

Hidup ini mudah saja bagi yang tidak punya kesadaran diri. Karena tidak sadar bahaya-bahaya dalam kehidupan, dia berbuat sekadar mencari kesenangan, asal bisa makan, asal bisa hidup enak, asal tercapai apa yang diinginkan. Tetapi bagi mereka yang punya kesadaran diri, mawas diri dan kejernihan batin hidup adalah sulit. Tidak mudah. Tidak segampang yang dipikirkan. Mereka mesti berpegang pada prinsip moral yang baik dalam mencapai tujuan hidup. Mereka mesti berpikir bagaimana supaya hidup bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga berarti dan bermakna bagi sesamanya.

Hidup itu mudah namun cara untuk memaknai dan mensyukuri hidup bukanlah perkara yang mudah. Nasihat terakhir Sang Buddha dalam Mahaparinibbana Sutta Digan Nikaya, 16 “Handadani bhikkhave amantayami: vayadhamma sankhara, appamadena sampadetha’ti, ayam Tathagatassa pacchima vaca.” “Kini, para bhikkhu, Kusabdakan padamu: segala yang berbentuk akan lenyap kembali, berjuanglah dengan tekun (mencapai pembebasan), inilah sabda Sang Tathagata yang terakhir.”

Buddha Lainnya Lihat Semua

Ilustrasi
Kasih Sayang Ibu
Buddha Wacana
Keyakinan Benar

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua

Khutbah Jumat
Keagungan Ramadan