Wawancara

Bagaimana Memaknai Idulfitri di Tengah Pandemi Versi Menag Yaqut?

Menag Yaqut Cholil Qoumas

Menag Yaqut Cholil Qoumas

Hari ini, umat muslim Indonesia merayakan Idulfitri 1 Syawal 1442 H. Ini adalah kali kedua Idulfitri dirayakan di tengah pandemi. Lalu, bagaimana semestinya umat muslim memaknai Idulfitri kali ini? Simak wawancara dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bersama CNN Indonesia, pada Kamis (13/5/2021) petang, berikut ini:

Bagaimana seharusnya umat memaknai Idulfitri di tengah situasi penuh keprihatinan seperti sekarang ini, Pak Menteri?

Saya kira kita semua, terutama umat muslim ini harusnya memang tidak menghilangkan makna Idulfitri itu sendiri. Idulfitri itu selalu ada di bulan Syawal. Syawal itu artinya meningkat. Meningkat apanya? Meningkat keimanan dan ketakwaannya. Jadi saya kira ini adalah momentum untuk pembuktian bahwa selama sebulan di bulan Ramadan ini umat islam telah berhasil ditempa dengan baik. Itu dengan apa salah satunya dibuktikan dengan meningkatkan kepeduliannya kepada sesama.

Kepedulian itu misalnya seperti apa? Kita tahu bahwa pandemi covid-19 ini belum berakhir dan penularan virus covid-19 juga kita tidak tahu. Selalu dia muncul di tengah kerumunan atau kumpulnya banyak orang, ketika orang-orang tidak disiplin dengan protokol kesehatan, dan seterusnya. Dan saya kira situasi pandemi ini mengharuskan kita semua untuk membatasi diri. Membatasi mobilitas, membatasi pertemuan.

Nah Syawal tahun ini atau Idulfitri tahun ini menjadi momentum sekali lagi bahwa kita peduli dengan sesama, dengan menjaga diri kita, menjaga keluarga kita, menjaga lingkungan kita agar tidak terpapar covid-19. Jadi kita harus melatih dan menahan diri.

Pak menteri, meskipun Idulfitri ini sebagai momentum untuk membatasi pergerakan masyarakat, dan pemerintah sudah melarang mudik secara keseluruhan, serta mudik lokal. Namun nyatanya, banyak warga yang tidak membatasi pergerakannya dan ngotot untuk mudik karena menilai silaturahmi virtual kurang bermakna. Bagaimana menurut Pak Menteri?

Ya itu tadi, saya kira Ramadan sebulan masih kurang nampaknya untuk menempa diri kita. Karena agama islam ini memerintahkan untuk ketaatan bukan hanya kepada Allah, bukan hanya kepada Nabi, bukan hanya kepada penerus Nabi atau para ulama. Tetapi juga ketaatan kepada ulil amri, ketaatan kepada para pemimpin, kepada pemerintah.

Jadi kalau pemerintah sudah memberi imbauan supaya masyarakat mengurangi pergerakannya, demi membatasi penularan covid-19, tetapi sebagian masyarakat masih ngotot untuk mudik ke kampung halaman , ya itu tadi, mungkin Ramadan sepertinya harus ditambah sebulan lagi, sehingga masyarakat ini bisa lebih baik untuk dapat menahan diri.

Namun begitu saya kira, dengan terbatasnya jarak, kita melakukan silaturahmi tanpa harus bertemu secara fisik saya kira tidak mengurangi makna apa pun dari Idulfitri atau apa pun cara kita bermaaf-maafan. Teknologi saya kira cukup efektif untuk digunakan sebagai alat untuk melakukan silaturahmi. Untuk saling sapa.

Artinya silaturahim virtual tidak akan mengurangi makna Idulfitri ya, Pak Menteri?

Sama sekali tidak

Ini di hari lebaran pertama memang kita lihat masih banyak masyarakat yang bersilaturahmi secara langsung. Masih ada lebaran hari kedua besok. Bagaimana kemudian imbauan sekali lagi dari pemerintah, Bapak sebagai Menteri Agama, kepada masyarakat agar tetap lebaran kedua di rumah saja?

Tentu saya berharap masyarakat muslim terutama ya untuk sekali lagi lebih sayang kepada dirinya sendiri, sayang kepada keluarga atau sanak kerabatnya yang akan dikunjungi. Saya berharap masyarakat ini tidak egois. Hanya memuaskan dirinya sendiri untuk bertemu dengan saudara, ketemu dengan kerabat, atau ketemu dengan temannya tanpa peduli bahwa ada risiko di situ. Ada risiko penularan covid 19 yang saya kira kita harus sama-sama untuk menjaga.

Kalau kita tidak sama-sama menjaga, tidak saling bahu membahu, saya kira pertempuran kita dengan covid-19 ini akan berlangsung lebih lama. Kalau kita kepingin tahun depan berlebaran dengan normal, saya kira sekarang lah saatnya kita bersama-sama melawan covid-19 dengan menahan diri untuk tidak loss dalam melakukan silaturahmi idulfitri.

Bersama-sama menahan diri di hari Idulfitri ini, di hari kemenangan. Secara bersamaan, kita tahu umat kristiani juga merayakan kenaikan Isa Al Masih. Bagaimana kemudian umat beragama menjaga toleransi serta agar satu padu menghadapi pandemi, Pak?

Saya kira tidak ada negeri yang diberkahi seperti Indonesia. Indonesia ini beruntung karena berbagai keragamannya. Tahun ini, hari ini, keragaman dan keberkahan Indonesia terbukti. Di mana lebaran bersamaan dengan kenaikan yesus kristus ke surga. Ini luar biasa, kita temukan, kita saksikan di banyak tempat, antara umat islam dan umat kristiani ini saling bantu membantu, saling gotong royong, saling menghormati atas perayaan ibadah masing-masing. Dan saya yakin hanya ada di Indonesia.

Kalau kita bandingkan dengan situasi negara lain, antara Palestina dan Israel ini kan sangat jauh sekali. Saya kira Indonesia ini indah. Saya berharap seluruh umat bergama terus berusaha untuk menjaga situasi ini untuk menjadi lebih baik. Saya kira begitu.

Pak Menteri, bagaimana Anda melihat toleransi umat beragama baik umat muslim, umat nasrani, dan umat-umat beragama lainnya di Indonesia, terutama selama masa pandemi ini pak? Apakah sudah menunjukkan tingkat kualitas yang memang tinggi tingkat toleransinya atau harus ditingkatkan lagi tingkat toleransinya, Pak Menteri?

Saya kira begini, kalau melihat situasi hari ini tentu masih banyak kekurangan-kekurangan. Tapi kekurangan-kekurangan itu bukan tidak mungkin bisa kita tutup. Dan kuncinya memang saling menghargai satu dengan yang lain.

Kita boleh meyakini, dan kita memiliki hak untuk meyakini bahwa agama yang kita peluk adalah agama yang paling benar. Di saat yang sama, kita harus menghargai pula bahwa saudara kita yang mungkin memiliki keyakinan bahwa agama yang mereka peluk adalah yang paling benar.

Apa yang membatasi keyakinan-keyakinan ini adalah sikap saling menghargai ini menjadi kunci agar bagaimana Indonesia ini akan mampu meningkatkan toleransi. Dan saya kira tidak ada hal-hal yang perlu dikhawatirkan. Dari hal-hal yang kecil saja, pada seluruh umat beragama dapat saling membatasi.

Terkait dengan sikap Indonesia terhadap konflik Palestina – Israel seperti apa, Pak Menteri?

Saya kira sikap Indonesia sudah benar ya. Bahwa tidak boleh ada bangsa yang terjajah. Jika saat ini palestina sedang terjajah, tentu sikap Indonesia yang mengutuk hal itu sudah benar. Tapi kita tidak bisa hanya sekedar mengutuk saja, tanpa memberikan solusi terbaik atas situasi di palestina. Salah satunya adalah bagaimana kita mendorong palestina dan israel mau duduk bersama. Saling bicara untuk mencari tahu apa solusi yang seharusnya dan sebaiknya diambil.

Karena kaalau ini dikatakan adalah konflik agama, -- karena kita tidak tahu apa ada background politik di belakangnya --. Saya berbicara dalam konteks agama. Kalau ini adalah muncul karena persoalan agama, maka tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kekerasan. Tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kerusakan. Ini menjadi titik masuk atau triger untuk masing-masing pihak, palestina dan israel, untuk duduk bersama. Bagaimana mencari solusi atas agama yang selalu berbenturan. Jadi kembalikan kepada ruh agama, bahwa agama itu menghargai perdamaian.

Apakah Indonesia bisa mengambil peran dalam konflik Israel palestina mengingat Indonesia adalah negara Islam terbesar di dunia dan juga memiliki pengaruh yang cukup luas begitu di dunia Internasional? Langkah konkretnya seperti apa, Pak Menteri?

Ya saya kira Indonesia bisa menjadi juru damai di antara dua bangsa ini. Selain kita ini negara muslim terbesar, Indonesia ini juga negara yang memiliki keragaman paling banyak. Jadi kita ini biasa menghadapi perbedaan.

Perbedaan agama, perbedaan suku bangsa, perbedaan ras, itu biasa kita hadapi. Dan di Indonesia itu tidak ada persoalan yang tidak bisa kita selesaikan di tengah perbedaan itu. Saya kira pengalaman Indonesia yang seperti ini bisa kita bawa ke Israel dan Palestina. Kita sampaikan bagaimana Indonesia merawat keragaman. Masa hanya dua negara saja tidak bisa. Indonesia ini ada banyak suku bangsa, dan kita bisa bersatu dnegan damai. Masa di sana hanya dua negara tidak bisa bersatu. Saya kira bukan tidak mungkin. Indonesia bisa melakukan.

Terakhir, pesan untuk seluruh umat beragama di tanah air, Pak?

Saya kira sebagai umat beragama tentu kita diajarkan untuk memuliakan manusia. Jadi kalau saya boleh mengutip apa yang dikatakan Presiden Gus Dur, ia pernah mengatakan, memuliakan manusia itu berarti memuliakan penciptanya. Menistakan manusia berarti menistakan penciptanya.

Nah saya berharap seluruh umat beragama yang ada di Indonesia ini saling memuliakan satu dengan yang lain. Karena dengan begitu artinya kita memuliakan Penciptanya. Termasuk dalam situasi pandemi seperti saat ini, memuliakan manusia lain itu bisa diartikan dengan membatasi diri kita untuk berinteraksi dengan secara fisik dengan manusia lain, demi menjaga agar kita semua tidak terpapar covid-19. Semoga Indonesia bisa segera bebas dari pandemi ini.



Wawancara Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat